Minggu, 07 Juni 2009

Ribut-Ribut Tentang Ambalat

Ambalat saya kira memang begitu mudah menyulut kemarahan kita sebagai bangsa. Bukan apa-apa Malaysia itukan Negara kecil tapi bikin kita keki terus-terusan karena mereka lebih sejahtera. Sementara kita sebagai bangsa besar, penduduk besar, penduduknya terkenal tak pernah kompromi soal kedaulatan, sejarah masalalu yang gemilang, kok diam saja diperlakukan secara kurang ajar oleh Malaysia.

Presiden SBY mengajak menyelesaikan masalah Ambalat dengan diplomasi. Boleh, diplomasi adalah jalan yang beradab. Namun, politik luar negeri adalah kepanjangan tangan dari politik dalam negeri. Jadi posisi nasional kita harus jelas dan tegas. Apalagi sebagai negara kepulauan kita mempunyai dasar hukum UNCLOS. Jadi soal-soal pengetahuan demikian harus banyak diperkuat dan diperluas dimasyarakat. Agar diplomasi pemerintah kita tidak ”menipu” masyarakat kita sendiri. Bukan apa-apa, pemerintah kita pernah menjual aset-aset penting nasional seperti kapal pertamina, indosat, telkom, kontrak merugikan di ladang minyak, tapi sambil terus bicara nasionalisme. Pembodohan semacam ini juga karena pengetahuan soal-soal strategis tidak berkembang luas di masyarakat.

Terakhir, entah inisiatif darimana, karena tidak ada angin tidak pula rencana, pemerintah secara jumawa mengajak negara-negara tetangga bikin inisiatif Coral Triangle Initiative (CTI) yang bisa menjadi landasan baru dalam kesepakatan internasional untuk memasukkan Malaysia sebagai sebuah negara kepulauan (masih prediksi kasar saya sih).

Hmm, setelah dipikir-pikir, bangsa Indonesia itu sendirian di kawasan ini. Tanpa teman. Sebab, kalau Malaysia diserang, Australia dan Singapura ada perjanjian saling membantu. Nah, kalau dah Australia ikut-ikutan berarti Inggris Raya dan NATO juga secara hukum boleh ikutan. Sudah tahu begini, petinggi TNI kita kerap kali harus berkongkalikong dengan pemasok senjata dari luar negeri. Sebab, kalau pesan alat yang sudah bisa dibuat oleh di PT.PAL dan Pindad atau PT.DI kagak ada komisinya. Begitu barangkali ya.

Persoalan dengan Malaysia juga diwarnai dengan persoalan TKI yang kerap membuat posisi kita menjadi bulan-bulanan Malaysia. Masalah TKI selalu diselesaikan secara tambal sulam. Bukannya menyelesaikan problem pedesaan yang akut sebagai rumah asal TKI. Malah meributkan tentang Malaysia yang dianggap tidak tahu terimakasihlah, soal nasionalisme rakyat kadang dihembus-hebuskan supaya rakyat ikut-ikut marah ke Malaysia bukannya menjewer kuping pemerintah.

Ya, sudahlah. Masih banyak pe-er untuk membuat bangsa kita punya kebanggaan besar terhadap negeri , tanah air dan orang-orang yang hidup diatasnya. Kita telah memilih menjadi negara demokrasi supaya segenap persoalan bisa disuarakan dan setiap warga turut urun rembug dan usul untuk memperbaikinya. Meskipun belum ada yang merangkumkan segenap usulan tersebut menjadi sebuah visi menjadi bangsa besar dalam 10 atau duapuluh tahun kedepan. Sampai sekarang, komponen pemerintah saja masih berjalan sendiri-sendiri.

Meskipun kita punya pemerintah yang buruk. Saya masih sangat percaya dengan 250 juta rakyat Indonesia. Dia butuh disapa dengan tepat untuk bangkit bersama.

Tidak ada komentar: