Senin, 20 Juli 2009

Wangsa Wani Wijaya

Dalam usia setahun lebih seminggu, Awang sangat aktif dan jarang sekali sakit. Semoga selalu begitu. Ia hanya minum ASI dan Makanan Pendamping ASI sampai usia setahun. Pernah beberapa kali diberi susu formula, tapi selalu dimuntahkan. Mungkin, menurutnya, rasanya gak enak.

Sekarang dia sudah suka memainkan bola, berdiri sambil pegangan, berjalan sambil ditatih. Lebih membahagiakan dia sudah bisa panggil aku "Ayah".

Oya, setiap bulan, anakku ku antarkan kembali ke tukang pijat bayi di gang seratus Lenteng Agung. Jadi, hampir setiap satu bulan sekali, saya mengantarkan Awang ke bu haji.

Semoga sehat selalu

Kamis, 16 Juli 2009

Bom Meledak Lagi

Kembali bom meledak di Hotel JW Marriot. Bahkan, ledakan tersebut terbilang berbarengan dengan Ritz Carlton Hotel. Betapa menyedihkan melihat korban bergelimpangan. Malu mengapa di ibukota Jakarta dapat dipermalukan oleh para teroris dengan mudah.

Marah sebab bom meledak lagi setelah hidup perasaan aman di masyarakat kita dalam empat tahun terakhir ini di tanah air. Apalagi bom tersebut meledak setelah pemilu legislatif dan pemilihan presiden yang aman. Aman tapi dituduh banyak orang berjalan curang. "Apa mungkin ada hubungannya ledakan bom dengan tuduhan pemilu curang?" demikian bisik-bisik orang. Wah wah, kalau dalam keadaan kalut begini, memang semua orang memang memasang kuping setipis mungkin. Saya harap tidak ada.

Semua harus bersatu melawan teroris ini. Mereka punya cara pandang tentang kehidupan yang sama sekali berbeda dengan kita. Mereka takut hidup, jadi memilih mati dengan menebar teror.

Selain masyarakat, media massa harus bersatu padu melawan teroris ini. Jangan sampai pesan mereka bahwa di Indonesia penuh dengan orang-orang jahat dan tidak aman memenangkan situasi. Kepada media saya berharap agar peristiwa lalu terulang lagi, yakni pada saat para teroris dieksekusi mereka mendapat liputan luas bak pahlawan.

Semoga tidak ada lagi korban.

Rabu, 08 Juli 2009

Reformasi Birokrasi

Dalam lima tahun kedepan presiden masih SBY, sebab hasil hitung cepat pemilu --yang biasanya jarang meleset-- sudah banyak dipublikasikan di berbagai media massa. Ini pertanda bahwa dalam lima tahun kedepan tidak ada terobosan besar dalam soal ekonomi politik di tanah air. SBY dan Boediono telah banyak diketahui orang kecepatannya dalam menyelesaikan masalah-masalah besar. Meskipun belum tentu juga demikian.

Saya berharap segera dilakukan reformasi birokrasi yang menyeluruh di seluruh negeri. Sebagai swasta saya merasa sebal melihat PNS yang mondar-mandir di pasar di saat jam kerja. Bahkan menjemput anaknya yang SD pulang sekolah saat menjelang tengah hari. Pada berita koran kita juga sering membaca bahwa anggaran pembangunan yang seharusnya dapat menggenjot roda ekonomi di daerah tidak terserap lantaran lembamnya birokrasi.Menjengkelkan, sebab mereka selalu minta gaji dan tunjangan naik tapi kinerjanya sangat buruk. Saya selalu ingat pajak-pajak langsung dan tidak langsung yang harus dibayar oleh rakyat.

Bayangkan membeli barang kebutuhan sehari-hari kena pajak, makan minum dan rokok selalu kena pajak,pendek kata semua hal tidak ada yang luput dari pajak. Tapi uang tersebut sebagian besar dipakai untuk membayar orang-orang yang malas dan jauh dari semangat melayani.

Pemerintah pusat sekarang juga harus menghadapi hambatan otonomi daerah. Sebab, banyak hal yang sudah diagendakan oleh nasional mampet di daerah. Daerah juga banyak mengeluh tentang kewenangan mereka yang masih saja sangat kecil dibanding dengan berbagai kewajiban. Anda tentu setuju dengan saya bahwa kita sangat kecewa melihat akibat otonomi daerah yang digunakan secara serampangan sehingga pemerintah daerah setempat membuka izin tambang di pulau komodo.

Reformasi birokrasi adalah tantangan besar Indonesia kedepan. Lebih Bersih Lebih Baik Untuk Rakyat.

Minggu, 05 Juli 2009

Pendidikan Bermutu dan Murah

Mutu bagus harga murah, pastilah sesuatu yang sangat langka untuk kita temukan. Paling-paling hanya ada dalam ucapan konyol juru obral pakaian atau obat di pasar-pasar. Kalau soal sepatu atau pakaian bolehlah, barang bermutu bagus harga murah tak ada. Tapi kalau soal pendidikan seharusnya wajib ada. Sebab, pendidikan bukanlah komoditas perdagangan.

Mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi tujuan kita bernegara. Jadi soal pendidikan yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat adalah kewajiban penting pemerintah untuk segera memenuhinya.

Awalnya pendidikan modern masuk di Indonesia akibat berjalannya politik etis. Hindia Belanda telah berjasa besar dalam menegakkan kembali Belanda yang sebelumnya telah bangkrut. Sehingga, harus dibalas budi baiknya dengan mengadakan pendidikan. Begitu kata guru sejarah saya. Selain itu, pendidikan untuk kaum bumiputera dimasa itu juga dibutuhkan pemerintah Belanda untuk mengisi kekosongan jabatan-jabatan teknis pemerintahan dan perusahaan Belanda yang semakin berkembang di Nusantara. Jadi pendidikan di Nusanatara ini sejak awal sekali sebenarnya sudah berorientasi pada link and match. Proses pendidikan yang dipopulerkan di masa Mendiknas Wardiman di masa Orba. Yaitu pendidikan antara user (pabrik) dan produser (lembaga pendidikan) harus selalu bersambungan.


Sampai sekarang, dominasi makna pendidikan tetap seperti ini. Bagaimana menghasilkan tenaga kerja terampil. Seringkali dipendekkan menjadi bagaimana menjadi sarjana berijazah sesuai permintaan pasar tenaga kerja. Maka tidak heran pada masa 80akhir hingga masa 90an sekolah tinggi ekonomi begitu luar biasa menarik mahasiswa. Sebab, kerja di perbankan adalah cita-citanya. Sekarang, masa emasnya sekolah penyiaran dan kesehatan menjadi favorite. Belajar hukum bisnis menjadi idola mahasiswa hukum.

Ah, mana ada sekolah bermutu bagus dan murah. Kalaupun ada tentu milik sekelompok masyarakat yang sangat terpuji. Bukan negara kita yang penuhi.

Rabu, 01 Juli 2009

Sahabat Di Rantau

Dalam hal jumlah, teman saya terbilang cukup banyak. Bukan sangat banyak. Saya bangga dengan hal ini. Sebabnya, karena saya suka berteman dengan siapa saja, meskipun saya sadar sepenuhnya kalau pribadi saya bukanlah orang yang hangat dan menarik untuk dijadikan teman. Apalagi kalau berteman dengan keharusan gawl. Pasti saya dah lost duluan, soalnya bahasa dan pernak-pernik gaul yang up to date sudah saya saya ketinggalan zaman.

Teman dekat, sahabat lekat, kawan akrab, karib atau apapun sebutan dan namanya tetaplah mendekati persamaan dengan seorang yang posisinya setara dengan saudara tapi lain ayah dan ibu.

Kalau anda pernah hidup di rantau, tentu anda setuju pendapat saya bahwa sangatlah menyenangkan kalau kita mempunyai banyak kawan. Bayang-bayang kampung halaman tak terasa menghimpit. Apalagi kalau kawan-kawan kita berasal dari beragam daerah, terasa sekali bahwa negeri kita begitu luas dan indah dengan beragam manusia yang unik dan bersahabat. Kita merasa begitu banyak yang belum kita ketahui tentang saudara sebangsa. Memang banyak hal, apakah tentang bahasa, makanan, tempat-tempat indah di kampung halaman mereka, dan adat istiadatnya yang khas. Semakin banyak sahabat yang pusparagam semakin terasa bermakna semboyan Bhineka Tunggal Ika dalam burung Garuda.

Setiap bertemu, menjadi kebiasaan kami untuk berbagi cerita-cerita lucu dan konyol dari berbagai daerah masing-masing. Kalau sudah begini biasanya suasana menjadi semakin akrab sebab kita menjadi terbiasa menertawakan diri sendiri. Sesuatu yang tabu menjadi cair. Hidup di Rantau sahabat adalah saudara kita, itulah nasehat bijak dari orang tua.

Sekarang, kawan-kawan serantau semasa kuliah dahulu telah berpencar sendiri-sendiri. Tentu saja kami masih saling berhubungan dan berbagi cerita. Dan di setiap tempat masing-masing kami mendapat lagi kawan-kawan baru yang asik dan hangat. Saya heran, begitu indahnya berkawan dan bersahabat tetapi masih banyak orang yang suka perang.