Rabu, 01 Juli 2009

Sahabat Di Rantau

Dalam hal jumlah, teman saya terbilang cukup banyak. Bukan sangat banyak. Saya bangga dengan hal ini. Sebabnya, karena saya suka berteman dengan siapa saja, meskipun saya sadar sepenuhnya kalau pribadi saya bukanlah orang yang hangat dan menarik untuk dijadikan teman. Apalagi kalau berteman dengan keharusan gawl. Pasti saya dah lost duluan, soalnya bahasa dan pernak-pernik gaul yang up to date sudah saya saya ketinggalan zaman.

Teman dekat, sahabat lekat, kawan akrab, karib atau apapun sebutan dan namanya tetaplah mendekati persamaan dengan seorang yang posisinya setara dengan saudara tapi lain ayah dan ibu.

Kalau anda pernah hidup di rantau, tentu anda setuju pendapat saya bahwa sangatlah menyenangkan kalau kita mempunyai banyak kawan. Bayang-bayang kampung halaman tak terasa menghimpit. Apalagi kalau kawan-kawan kita berasal dari beragam daerah, terasa sekali bahwa negeri kita begitu luas dan indah dengan beragam manusia yang unik dan bersahabat. Kita merasa begitu banyak yang belum kita ketahui tentang saudara sebangsa. Memang banyak hal, apakah tentang bahasa, makanan, tempat-tempat indah di kampung halaman mereka, dan adat istiadatnya yang khas. Semakin banyak sahabat yang pusparagam semakin terasa bermakna semboyan Bhineka Tunggal Ika dalam burung Garuda.

Setiap bertemu, menjadi kebiasaan kami untuk berbagi cerita-cerita lucu dan konyol dari berbagai daerah masing-masing. Kalau sudah begini biasanya suasana menjadi semakin akrab sebab kita menjadi terbiasa menertawakan diri sendiri. Sesuatu yang tabu menjadi cair. Hidup di Rantau sahabat adalah saudara kita, itulah nasehat bijak dari orang tua.

Sekarang, kawan-kawan serantau semasa kuliah dahulu telah berpencar sendiri-sendiri. Tentu saja kami masih saling berhubungan dan berbagi cerita. Dan di setiap tempat masing-masing kami mendapat lagi kawan-kawan baru yang asik dan hangat. Saya heran, begitu indahnya berkawan dan bersahabat tetapi masih banyak orang yang suka perang.

Tidak ada komentar: