Minggu, 05 Juli 2009

Pendidikan Bermutu dan Murah

Mutu bagus harga murah, pastilah sesuatu yang sangat langka untuk kita temukan. Paling-paling hanya ada dalam ucapan konyol juru obral pakaian atau obat di pasar-pasar. Kalau soal sepatu atau pakaian bolehlah, barang bermutu bagus harga murah tak ada. Tapi kalau soal pendidikan seharusnya wajib ada. Sebab, pendidikan bukanlah komoditas perdagangan.

Mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi tujuan kita bernegara. Jadi soal pendidikan yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat adalah kewajiban penting pemerintah untuk segera memenuhinya.

Awalnya pendidikan modern masuk di Indonesia akibat berjalannya politik etis. Hindia Belanda telah berjasa besar dalam menegakkan kembali Belanda yang sebelumnya telah bangkrut. Sehingga, harus dibalas budi baiknya dengan mengadakan pendidikan. Begitu kata guru sejarah saya. Selain itu, pendidikan untuk kaum bumiputera dimasa itu juga dibutuhkan pemerintah Belanda untuk mengisi kekosongan jabatan-jabatan teknis pemerintahan dan perusahaan Belanda yang semakin berkembang di Nusantara. Jadi pendidikan di Nusanatara ini sejak awal sekali sebenarnya sudah berorientasi pada link and match. Proses pendidikan yang dipopulerkan di masa Mendiknas Wardiman di masa Orba. Yaitu pendidikan antara user (pabrik) dan produser (lembaga pendidikan) harus selalu bersambungan.


Sampai sekarang, dominasi makna pendidikan tetap seperti ini. Bagaimana menghasilkan tenaga kerja terampil. Seringkali dipendekkan menjadi bagaimana menjadi sarjana berijazah sesuai permintaan pasar tenaga kerja. Maka tidak heran pada masa 80akhir hingga masa 90an sekolah tinggi ekonomi begitu luar biasa menarik mahasiswa. Sebab, kerja di perbankan adalah cita-citanya. Sekarang, masa emasnya sekolah penyiaran dan kesehatan menjadi favorite. Belajar hukum bisnis menjadi idola mahasiswa hukum.

Ah, mana ada sekolah bermutu bagus dan murah. Kalaupun ada tentu milik sekelompok masyarakat yang sangat terpuji. Bukan negara kita yang penuhi.

Tidak ada komentar: